KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK
KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK
Sering kita mendengar berita dari
berbagai media yang mengabarkan adanya kekerasan seksual yang terjadi di
kalangan remaja bahkan mirisnya terjadi pada anak-anak. Kebanyakan kekerasan
seksual yang diterima korban tersebut bersumber dari orang terdekat korban yang
memiliki peran penting untuk mengayomi dan mendidik korban dalam hidupnya.
Apa itu Kekerasan Seksual?
Kekerasan seksual atau child
sexual abuse adalah bentuk penyimpangan seksual yang dialami oleh orang
dewasa atau orang yang lebih tua yang dilakukan kepada anak-anak dengan cara
memaksa untuk melakukan hubungan intim dengan kondisi yang tidak wajar untuk
mendapatkan rangsangan seksual.
Bentuk dari kekerasan seksual
pada anak berupa tidakan menyentuh atau mencium anggota tubuh anak,
melakukan pemerkosaaan pada anak, mempertontonkan benda atau film porno kepada
anak, memperlihatkan alat kelamin pada anak, dan lain sebagainya.
Siapa Pelaku Kekerasan Seksual?
Dikutip dari Hasiana (2020)
pelaku kekerasan seksual dibedakan dalam 2 kategori:
1. Familial Abuse (incest)
Familial Abuse
adalah pelaku kekerasan seksual yang memiliki hubungan darah dengan korban
(keluarga inti).
2. Extra Familial Abuse
Extra Familial
Abuse adalah pelaku kekerasan seksual diluar lingkungan keluarga inti
korban. Pelaku kekerasan seksual dalam kategori ini adalah orang dewasa yang
dikenal dan dianggap korban dekat dengan keluarga inti (terdapat hubungan
relasi yang akrab antara korban dan pelaku). Pelaku Extra Familial Abuse
dapat disebut pedophilia dan yang menjadi korbannya adalah anak-anak.
Menyikapi kasus tersebut, maka
sangat diperlukan adanya pendidikan seksual pada anak usia dini. Pendidikan
seksual atau edukasi seks pada anak bukan bagaimana cara melakukan hubungan
seksual melainkan bagaimana anak mengenal bagian tubuhnya dan menjaga organ
paling penting di tubuhnya yang disesuaikan dengan perkembangan usia anak.
Defisini Pendidikan Seksual
Dikutip dari Anggraini et al. (2017) Pendidikan Seksual adalah upaya
orang tua untuk mengenalkan atau memberikan informasi kepada anak terkait
anggota tubuh, pemahaman perbedaan jenis kelamin, penjabaran perilaku (hubungan
dan keintiman) seks, dan pengetahuan tentang nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat yang berkaitan dengan gender.
Tahap dan Karakteristik Pendidikan Seksual Anak Usia Dini
Dikutip dari Kasmini et al. (2016) dalam bukunya yang berjudul Desain Pembelajaran
Pendidikan Seks Bernuansa Islami untuk Anak Usia Dini, terdapat 4 tahap dan
karakteristik pendidikan anak usia dini, yaitu
a. Usia 0-2 tahun
Pada usia ini,
bayi belum memiliki ketertarikan yang kuat pada seks melainkan cenderung mulai
tertarik dan mengeksplorasi anggota tubuhnya. Pada usia ini orang tua dan
lingkungan sekitar dapat mengajarkan dan mengenalkan anggota tubuh pada anak
sesuai gender dan mulai melatih kemandirian dengan menerapkan toilet trainning,
membuka dan memakai pakaian sendiri serta mandi secara bertahap sebagai bentuk
awal pendidikan seks pada anak.
b. Usia 2-4 tahun
Pada usia ini,
anak mulai mengembangkan diri untuk lebih mengenal identitas diri dan
lingkungan sekitarnya serta mulai tertarik dengan gambar-gambar bernuansa
seksual. Perkembangan kemampuan bahasa anak sudah cukup signifikan sehingga
orang tua lebih mudah melakukan komunikasi sederhana dengan anak mengenai
informasi seks, anak belajar berperan sesuai gendernya, mengajarkan anak
anatomi tubuh, dan bisa dilanjutkan dengan reproduksi seksual. Orang tua dapat
menjawab pertanyaan anak seputar seksual dengan benar, singkat, sederhana, dan HINDARI
berbohong.
c. Usia 4-6 tahun
Pada masa ini,
anak akan cenderung berkelompok dan bermain sesuai dengan gendernya sehingga
pendidikan seks bisa diberikan bersamaan dengan pendidikan moral seperti:
setelah mengetahui berbagai fungsi tubuh terutama fungsi reproduksi, ajarkan
anak agar tidak suka mengumbar auratnya, berganti pakaian di kamar mandi atau
di kamar tidurnya dan melarang berlarian sambil telanjang, mengajarkan doa
masuk dan keluar kamar kecil serta doa bersuci.
d. Usia 6-8 tahun
Pada usia ini,
anak cenderung memberontak dan tidak mau mengikuti aturan atau menolak taat
pada perintah figur otoritas. Anak lebih suka berkelompok dan butuh diterima
oleh kelompok teman sebaya. Sebaiknya orang dewasa sekitarnya aktif memberikan
informasi seksual karena pada usia ini merupakan saat yang baik untuk
menunjukkan pada anak mengenai peran yang sesuai dengan jenis kelamin dan
tanggung jawab yang menyertainya. Kebutuhan anak untuk mengetahui hal tersebut
akan membantu anak memahami nilai-nilai dan konsekuensi dari suatu perilaku
karena pada dasarnya mereka mulai memahami hubungan sebab-akibat.
Referensi :
Anggraini, T.,
Riswandi, & Sofia, A. (2017). Pendidikan Seksual Anak Usia Dini : Aku dan
Diriku. Jurnal Pendidikan Anak, 3(2).
Hasiana, I. (2020). Peran Orangtua Dalam
Pendidikan Seksual Anak Usia Dini. Wahana, 72(2), 118–125.
Kasmini, L., Novita, R., & Fajriah, N.
(2016). Desain Pembelajaran Pendidikan Seks Bernuansa Islami untuk Anak Usia
Dini (1st ed.). Bandar Publishing.
Komentar
Posting Komentar